Jumat, 25 November 2011

siswa stres, prestasi meningkat

pada dasarnya pemberian stres memang dapat meningkatkan pencapaian kinerja seseorang.
contohnya dengan adanya deadline tugas, batas tuntas nilai ujian, dsb
membuat kita terdorong untuk melakukan pekerjaan lebih baik dan lebih cepat.

hal ini yang mungkin menjadi dasar sistem pendidikan kita
untuk menerapkan berbagai standar guna meningkatkan prestasi siswa.

yang menjadi pertanyaan sekarang adalah,
apakah stres yang diberikan kepada siswa tepat guna dan tepat sasaran?
atau hanya sebatas solusi instan untuk meningkatkan angka prestasi akademik?


ketika tujuan pendidikan adalah meningkatkan angka-angka prestasi akademik,
maka cara-cara yang ditempuh sekarang sudah benar.
semakin stres semakin baik nilainya.

tapi ketika tujuan pendidikan,
seperti yang tercantum dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
dengan visi terwujudnya system pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

maka bisa dikatakan ada yang kurang dalam sistem pendidikan kita.

pencapaian akademis hanya sebagian kecil dari tujuan dan visi pendidikan nasional kita.
tapi hal itu yang selama ini digembar-gemborkan dan diupayakan peningkatannya.
hasilnya?
akademis memang meningkat. tapi lihat sisi watak dan kepribadiannya.
stres yang berlebihan untuk menggenjot kemampuan akademis
menyebabkan siswa tak lagi punya kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan non-akademisnya seperti soft skill dan kepribadian.
akibatnya,
kejujuran jadi barang haram dalam pendidikan, yang jujur malah ancur.
perilaku menyimpang para pelajar tidak jarang kita temui sehari-hari.


LALU APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?

langkah diknas untuk menyerahkan 40% nilai siswa kepada sekolah cukup menjanjikan.
hal ini mengisyaratkan diknas ada iktikad baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita.

saya yakin, ketika diknas berani menyerahkan 100% nilai siswa kepada sekolah,
akan terjadi sebuah revolusi pendidikan yang sangat membangun.
ketika 100% nilai ada di tangan guru, maka guru akan lebih leluasa menunaikan cita-citanya
saat dahulu menentukan untuk berkarir menjadi guru.
saya yakin tidak ada guru yang bercita-cita menjadi guru dengan tujuan agar semua siswa lulus ujian nasional.
biasanya cita-cita menjadi guru karena ingin:
menjadikan siswanya pandai dan berguna bagi bangsa,
berkepribadian baik dan sopan,
cerdas dan bertakwa,
dan sebagainya yang biasanya jauh dari kata nilai akademis.

ketika 100% nilai ada di tangan guru,
siswa menjadi tidak khawatir lagi dengan pencapaian nilai tes.
Tes yang akan diberikan pasti sudah pernah dipelajari
karena pembuat tes adalah gurunya sendiri.
hal ini dapat memberikan ruang dan waktu bagi siswa
untuk mengembangkan kemampuan dirinya selain kemampuan akademis.

prestasi akademis yang selalu dilihat dari perbandingan antar individu
seringkali menyebabkan penilaian yang tidak objektif.
setiap siswa memiliki kemampuan dan keunikan tersendiri dengan standar yang berbeda-beda
sehingga sebenarnya mereka tidak bisa diujikan dengan tes yang sama.

maka, sepertinya perlu kita rancang ulang pengertian kita terhadap kata prestasi.


menurut anda apakah ketika kita dahulu sebelum bisa jalan,
kemudian kita mampu berjalan bukanlah sebuah prestasi?
dulu ketika belum bisa mengucapkan kata dengan baik,
kemudian berhasil mengucapkan "mama" dengan baik, bukankah itu prestasi?

jika iya, lalu mengapa semakin tua semakin sulit untuk melihat bahwa
pencapaian kita secara pribadi juga merupakan sebuah prestasi?

padahal jika kita bisa selalu menyadari pencapaian prestasi pribadi,
maka kita akan semakin menghormati kemampuan diri sendiri.
semakin memahami kemampuan diri sendiri,
senang belajar setiap hari untuk menambah wawasan dan kualitas diri.
semua itu menjadi berharga karena kita menyadari bahwa
diri kita juga mampu berprestasi bahkan setiap hari.
setiap peningkatan kualitas diri adalah sebuah prestasi.

jika semua siswa dapat memahami itu,
saya yakin tidak akan ada siswa yang depresi karena nilainya selalu menjadi yang terbawah di kelas.
bunuh diri karena tidak lulus ujian.
atau menjadi penjahat karena hanya di sanalah dia bisa merasa menjadi yang paling ber"prestasi".


peran orang tua, guru, dan teman-teman menjadi sangat penting
karena dengan penghargaan dari mereka,
setiap siswa mampu lebih menghargai setiap usaha yang dia lakukan untuk pencapaian pribadinya sendiri.

beri pujian kepada siswa ketika dia berhasil menyelesaikan ujian dengan nilai lebih baik dari sebelumnya,
meski pada saat yang sama teman-temannya mendapat nilai lebih baik dari dirinya.

bukankah sebetulnya itu fungsi nilai?
yaitu sebagai alat monitoring perkembangan prestasi masing-masing pribadi siswa secara periodik.
bukan sebagai alat perbandingan kemampuan antar siswa?

semakin menghargai upaya diri untuk meningkatkan kualitas diri,
semakin menyadari prestasi pribadi yang diraihnya tiap hari
akan menjadikan dirinya kecanduan untuk terus belajar
untuk meraih prestasi-prestasi berikutnya di setiap hari.

jika setiap hari semua siswa sibuk belajar meningkatkan kualitas diri,
untuk sesering mungkin mencapai prestasi pribadinya masing-masing,
saya yakin tujuan dan visi pendidikan nasional akan tercapai.
yaitu meningkatkan kemampuan dan watak bangsa, serta memberdayakan seluruh warga demi kemajuan bangsa.

bangsa Indonesia terdiri dari pribadi-pribadi Indonesia.
jika tiap pribadi Indonesia sibuk belajar dan mengejar prestasi pribadi masing-masing,
artinya bangsa juga sibuk belajar dan mengejar prestasinya sebagai bangsa Indonesia.

mari raih terus prestasi diri setiap hari.
_semoga bermanfaat.

Kamis, 10 November 2011

Pahlawan Pembangunan Yang Baru Sadar


wahai negeriku,
masihkah kau ingat masa-masa ketika kau baru akan lahir?

kau dikelilingi oleh berjuta orang telanjang kaki, berbalut kain seadanya,
berdiri tegak menjagamu tak bergeming hingga kau benar-benar lahir.

kau dilayani oleh jutaan orang yang tak tahu apa itu uang.
yang mereka tahu, hanya satu.

KEMERDEKAAN

kini kau telah merdeka.
kau juga telah ditinggal ribuan pasukan loyalis masa lalu.
hanya tinggal segelintir veteran yang menemanimu kini
sambil tersenyum getir melihat nasibmu ini.

kau tak punya lagi mereka yang mau berjalan jauh telanjang kaki,
siang malam bahkan sambil menandu sang jendral.

kini kau hanya punya pasukan bayaran yang hanya mau berjalan
jika dipinjami kendaraan dinas yang bebas dipakai untuk keperluan pribadi.

kau tak punya lagi mereka yang mau berdiri tegak dengan pakaian seadanya menjaga setiap sisimu,
tanpa dibayar dengan uang.
kini kau hanya punya pasukan bayaran yang mau menjaga setiap sisimu,
jika dengannya dia bisa hidup kenyang dan tidur nyenyak.

kau tak punya lagi mereka yang mau berkorban jiwa raga harta benda,
tanpa harus diumumkan namanya, tanpa tujuan lain selain merdeka.
kini kau hanya punya pasukan bayaran yang mau menyumbang ke dompetmu,
jika namanya jadi tenar, jika dengannya dia berhak ikut campur mengatur kebijikan negara.

tak ada lagi pahlawan tanpa tanda jasa,
yang ada pahlawan dengan tanda jasa yang diperhalus namanya
jadi remunerasi, sertifikasi, atau apapun namanya.

kini kau sudah tak punya mereka.
mereka pahlawan kemerdekaan.

kini kau hanya punya pahlawan pembangunan.
pahlawan yang matanya bukan berbinar jika melihat bendera berkibar,
tapi berbinar jika melihat uang berkibar.

wajarlah,
karena perjuangan kemerdekaan tujuannya adalah merdeka.
sedangkan pembangunan tujuannya adalah makmur.

tujuan yang berbeda dari generasi yang berbeda.



sebetulnya kau punya banyak pahlawan pembangunan.
termasuk kami.
namun sayang, kebanyakan dari kami masih keliru dalam mengambil langkah menuju kemakmuran.

jika dahulu pahlawan kemerdekaan menginginkan merdeka,
mereka berjuang meraih kemerdekaan dengan cara
melepaskan egoisme ingin merdeka secara pribadi,

bergabung jadi satu kekuatan untuk memerdekakan bangsa.

jika bangsa mereka merdeka, artinya semua akan merasakan kemerdekaan.

seandainya kami hidup di jaman penjajahan,
dengan pemahaman kami sebagai pahlawan pembangunan jaman sekarang,
langkah yang kami ambil adalah
kami akan memerdekakan diri sendiri daripada memerdekakan bangsa.

terlalu idealis untuk berjuang memerdekakan bangsa.

bangsa indonesia terlalu besar, terlalu banyak suku.
sulit untuk dipersatukan.

yang realistis saja,
lebih baik kami pergi ke luar negeri atau menjadi kroni bangsa penjajah,
lalu pindah ke negara lain untuk bisa hidup merdeka.


se-realistis-nya kami di jaman pembangunan,
memilih hidup makmur di negeri orang
daripada kami hidup sengsara di negeri sendiri.


terlalu idealis untuk mengorbankan jiwa raga harta benda
untuk meraih kemerdekaan yang belum pasti akan terwujud.
realistis saja,
lebih baik kami menjadi cukong bangsa penjajah,
jadi mandor yang mengkerjapaksakan warga pribumi
yang sudah pasti makmurnya, kenyangnya, kayanya.


se-realistis-nya kami mengimpor dan mengonsumsi
barang-barang jadi dan bahan makanan dari luar negeri
yang lebih nyata murahnya, lebih nyata untungnya.
se-relistis-nya kami menggunakan subsidi bbm yang lebih nyata murahnya.


kami lebih pintar dari mereka pahlawan kemerdekaan.
kami sudah sekolah yang lebih tinggi dari mereka.
jadi kami lebih mampu berpikir realistis daripada berpikir idealis yang tak masuk akal itu.

kami lebih tahu mana saja hak kami,
tidak seperti mereka pahlawan kemerdekaan yang hanya tahu satu hak. hak merdeka.


hai negeriku,
kau sudah tak punya pahlawan kemerdekaan.
kau kini hanya punya kami, pahlawan pembangunan.

pahlawan serba realistis yang menilai segalanya dari yang real.
pahlawan pintar yang pendidikannya tinggi, omongannya tinggi, tarifnya tinggi, gaya hidupnya tinggi.

mungkin kau tak suka memiliki kami,
tapi inilah kami,
pahlawan pembangunan yang baru sadar.

bahwa
realistis dan kepintaran kami
tak sehebat dan senyata
hasil dari idealisme dan "kebodohan" kalian
wahai para pahlawan kemerdekaan.

==============================================================

makasih dah mau baca tulisan aneh-anehku. dan ini hanya pendapat saja. sutuju atau tidak, itu terserah anda. kalau bermanfaat, silahkan disebarluaskan. jika tidak bermutu, lupakan saja. :)

==============================================================